1825 (SATB div.)
Dimitrij RayIde utama karya ini berasal dari dua peristiwa, yakni Perang Jawa / Perang Diponegoro (1825 – 1830) dan Masa pendudukan Jepang di Indonesia (1942 – 1945).
Chairil Anwar menyelesaikan puisi “Diponegoro” di tahun 1943, yang juga merupakan tahun kedua pendudukan Jepang di wilayah Indonesia. Seperti banyak karya seni yang muncul pada periode waktu tersebut, puisi ini merupakan salah satu bentuk perjuangan rakyat Indonesia untuk melawan penjajahan Jepang. Pada puisinya, Chairil Anwar memilih untuk mengobarkan semangat juang rakyat dengan memberikan kisah perjuangan lain yang terjadi di masa lampau: Kesultanan Yogyakarta melawan pemerintah Hindia-Belanda.
Komposisi ini dimulai dengan suasana muram dan suram, menggambarkan suasana rakyat Indonesia yang ditindas oleh penjajah. Keadaan terus-menerus dijajah kemudian melahirkan kesadaran untuk berjuang, yang digambarkan pada bagian tengah. Meskipun perang sebelumnya di tahun 1825 berakhir dengan kekalahan, cerita ini tetap memberikan inspirasi bagi rakyat di tahun 1943. Oleh karenanya, meskipun karya ini berakhir dengan tema “terjajah” seperti di awal, rakyat memiliki semangat baru yang dibisikkan oleh pejuang-pejuang pendahulu mereka: “Maju. Serbu. Serang. Terjang.”
Rp80.000