Kanjeng Raden Ayu Trisutji Djuliati Kamal (28 November 1936 – 21 Maret 2021) adalah seorang komponis, pianis, dan pendidik musik terkemuka Indonesia. Ia lahir dari pasangan dr. R. M. Djoelham Soerjowidjojo dan B. R. Ay. Nedima Koosmarqyah Sridanarti, dan dibesarkan dalam keluarga Jawa yang kuat meski tinggal di lingkungan keluarga Sultan Langkat di Binjai, Sumatera Utara. Sejak usia tujuh tahun, ia telah menunjukkan bakat sebagai komponis, dan mulai menulis karya-karya serius, terutama untuk piano, pada usia 14 tahun.
Trisutji merupakan salah satu dari sedikit komponis Indonesia pada periode 1950–1970 yang mendapat pendidikan musik di lembaga-lembaga ternama Eropa, seperti Konservatorium Amsterdam, École Normale de Musique de Paris, dan Konservatorium Santa Cecilia di Roma. Di antara karya monumental yang menandai kariernya adalah opera Loro Jonggrang, yang pada tahun 1957 dipentaskan di Castel Sant’Angelo, Roma—menjadikannya salah satu opera Indonesia pertama yang tampil di panggung internasional. Gaya musiknya menggabungkan beragam unsur: dari gamelan Jawa, sistem dodekafonik, bel canto Italia, hingga elemen budaya Islam seperti azan dan tajwid, yang mulai ia integrasikan sejak pertengahan 1960-an.
Trisutji aktif tampil dan memperkenalkan karyanya ke berbagai negara seperti Italia, Prancis, Belanda, Rusia, Swedia, Mesir, India, dan Thailand. Ia juga mendirikan Trisutji Kamal Ensemble sebagai sarana memperkenalkan musik kamarnya. Sejak embali ke Indonesia pada 1967, ia turut membina generasi muda melalui pengajaran di Institut Kesenian Jakarta dan Sekolah Musik Murni di Medan.
Repertoar karyanya mencakup musik piano, musik kamar, vokal, orkestra, balet, opera, hingga musik film. Ia juga menulis musik untuk film-film Indonesia pada era 1970-an. Ratusan karyanya untuk piano solo didokumentasikan dalam sepuluh keping CD bertajuk Trisutji Kamal 70 Years – Complete Piano Works Series 1951–2006, seluruhnya dimainkan oleh Ananda Sukarlan. Karya vokal-pianonya, yang ia sebut sebagai Tembang Puitik, diterbitkan oleh Gramedia Widiasarana Indonesia pada 2020. Atas dedikasinya dalam dunia seni dan budaya, ia dianugerahi Bintang Budaya Parama Dharma oleh Presiden Republik Indonesia pada tahun 2010 serta Anugerah Akademi Jakarta pada 2016.